Pendidikan Kewarganegaraan
1.
Latar belakang pendidikan
kewarganegaraan
pendidikan
Kewarganegaraan adalah Unsur Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu Negara
upaya sadar yang ditempuh secara sistematis untuk mengenalkan, menanamkan
wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola
sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan
Pancasila demi tetap utuh dan tegaknya NKRI. Semua bangsa pasti memiliki
sejarah perjuangan dimana banyak nilai nsionalisme yang dapat diambil dari
sejarah tersebut akan tetapi mengikuti perkembangan zaman dan teknologi nilai
tersebut semakin memudar
.pendidikan kewarganegaraan ada untuk mencegah hal tersebut.
2.
Landasan
Hukum
1. UUD
1945
a.
Pembukaan UUD 1945, alinea kedua dan keempat (cita-cita, tujuan dan aspirasi
Bangsa Indonesia tentang kemerdekaanya).
b.
Pasal 27 (1), kesamaan kedudukan Warganegara di dalam hukum dan pemerintahan.
c.
Pasal 27 (3), hak dan kewajiban Warganegara dalam upaya bela negara.
d.
Pasal 30 (1), hak dan kewajiban Warganegara dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara.
e.
Pasal 31 (1), hak Warganegara mendapatkan pendidikan.
2. UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Surat
Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan
Kelompok Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
3.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan
utama dari diadakannya pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan
bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional
dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang sedang dan mengkaji dan akan
menguasai imu pengetahuaan dan teknologi serta seni.Selain itu juga bertujuan
untuk meningkatkan kualitas manusia indonesia yang berbudi luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, profesional, bertanggung jawab,
dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
4.
Bangsa dan Negara
Bangsa dapat
diartikan sekelompok manusia yang bersatu dan terorganisir pada
satu wilayah dan memunyai keterikatan dengan wilayah tersebut. Keinginan
membentuk nation bersama muncul karena adanya persamaan nasib dan
sejarah sehingga menimbulkan persatuan dalam suatu komunitas masyarakat membentuk kesadaran
berbangsa.
Kesamaan
itu meliputi aspek budaya, bahasa, agama dan tradisi. Inilah proses yang
mendasari terbentuknya sebuah kesadaran bersatu, bergabung dan berbangsa di
mana pun di seluruh dunia.
Tidak
ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa
secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Sedangkan
Negara adalah suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi yang
didalamnya terdapat suatu pemerintahan yang mengatur ekonomi, politik, sosial,
budaya, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Di dalam suatu negara minimal
terdapat unsur-unsur negara seperti rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat
serta pengakuan dari negara lain.
5.
Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak
Warga Negara Indonesia :
–
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
–
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
–
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (pasal 28B ayat 1).
–
Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”
–
Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi
meningkatkan
kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
–
Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
–
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan
yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
–
Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak,
hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban
Warga Negara Indonesia :
–
Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
–
Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan
: setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan
negara”.
–
Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap
orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
–
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J
ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
–
Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.”
6.
Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di
mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang
dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara
berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan
politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga merupakan
seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan
prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat
manusia.
Kata
ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía)
"kekuasaan rakyat",yang terbentuk dari δῆμος (dêmos)
"rakyat" dan κράτος (kratos) "kekuatan" atau
"kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota
Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim
dari ἀριστοκρατία (aristocratie)
"kekuasaan elit". Secara teoretis, kedua definisi tersebut saling
bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. Sistem politik Athena
Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit yang
bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di
semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan
demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian
besar negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak
suara pada abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada
sejak abad ke-16 dan berasal dari bahasa Prancis Pertengahan dan Latin
Pertengahan lama. Konsep demokrasi lahir dari Yunani kuno yang
dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke IV SM sampai dengan abad ke
VI SM. Demokrasi yang dipraktikkan pada waktu itu adalah demokrasi langsung (direct
democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik
dijalankan secara langsung oleh seluruh rakyat atau warga negara.
7.
Bentuk
demokrasi dalam system pemerintahan Negara
Suatu
pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya
dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil,
seperti oligarki. Apapun itu, perbedaan-perbedaan
yang berasal dari filosofi Yunani ini] sekarang tampak ambigu karena
beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen demokrasi,
oligarki, dan monarki. Karl Poppermendefinisikan
demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau tirani, sehingga
berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para pemimpinnya dan
menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan revolusi.
Ada
beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya
menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang
pertama adalah demokrasi langsung,
yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan
keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat
masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan
secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi
perwakilan. Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan
institusi yang berkembang pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Prancis.
8. Perkembangan Pendidikan Bela Negara
Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara berkembang berdasarkan situasi yang dihadapi oleh
penyelenggara kekuasaan. Periode-periode tersebut adalah sebagai berikut:
Tahun
1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai tahun 1965 disebut periode lama atau
Orde Lama.
Tahun
1965 sampai tahun 1998 disebut periode baru atau Orde Baru.
Tahun
1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi.
Perbedaan periode tersebut terletak pada hakikat yang dihadapi. Pada periode lama bentuk yang dihadapi adalah “ancaman fisik” berupa pemberontakan dari dalam maupun ancaman fisik dari luar oleh tentara Sekutu, tentara kolonial Belanda, dan tentara Dai Nipon.
Sedangkan
pada periode baru dan periode reformasi bentuk yang dihadapi adalah “tantangan”
yang sering berubah sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman. Perkembangan
kemajuan ini mempengaruhi perilaku bangsa dengan tuntutan-tuntutan hak yang
Iebih banyak.
Pada
situasi ini yang dihadapi adalah tantangan non fisik, yaitu tantangan pengaruh
global dan gejolak sosial. Berdasarkan situasi pada periode yang berbeda ini,
landasan-landasan hukum yang digunakan untuk melaksanakan bela negara pun
berbeda.
Ancaman
yang datangnya dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak langsung,
menumbuhkan pemikiran mengenai cara menghadapinya. Pada tahun 1954, terbitlah
prbduk Undang-Undang tentang Pokok-pokok Perlawanan Rakyat (PPPR) dengan Nomor:
29 Tahun 1954.
Realisasi
dari produk undang-undang ini adalah diselenggarakannya Pendidikan Pendahuluan
Perlawanan Rakyat (PPPR) yang menghasilkan organisasi-organisasi perlawanan
rakyat pada tingkat pemerintahan desa, OPR, yang selanjutnya berkembang menjadi
organisasi keamanan desa, OKD.
Di
sekolah-sekolah terbentuk organisasi keamanan sekolah, OKS. Dilihat dari
kepentingannya, tentunya pola Pendidikan yang diselenggarakan akan terarah pada
fisik, teknik, taktik, dan strategi kemiliteran.
Ancaman
yang dihadapi dalam periode-periode ini berupa tantangan non fisik dan gejolak
sosial. Untuk mewujudkan bela negara dalam berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tidak terlepas dari pengaruh
Iingkungan strategis baik dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak
langsung, bangsa Indonesia pertama-tama perlu membuat rumusan tujuan bela
negara.
Tujuannya
adalah menumbuhkan rasa cinta tanah air, bangsa, dan negara. Untuk mencapai
tiijuan ini, bangsa Indonesia perlu mendapatkan pengertian dan pemahaman
tentang wilayah negara dalam persatuan dan kesatuan bangsa.
Mereka
juga perlu memahami sifat ketahanan bangsa atau ketahanan nasional agar
pemahaman tersebut dapat mengikat dan menjadi perekat bangsa dalam satu
kesatuan yang utuh. Karena itu, pada tahun 1973 untuk pertama kalinya dalam
periode baru dibuat Ketetapan MPR dengan Nomor: IV/MPR/1973 tentang GBHN, di
mana terdapat muatan penjelasan tentang Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional.
Sesuai dengan perkembangan kemajuan dari periode ke periode da.n adanya muatan tentang Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam GBHN, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pokok-pokok Perlawanan Rakyat dipandang tidak dapat lagi menjawab kondisi yang diinginkan.
Karena
itu, pada tahun 1982 UU No.39/ 1954 dicabut dan diganti dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia. Realisasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982
adalah diselenggarakannya Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) melalui
obyek dan sasaran di lingkungan kerja, lingkungan pemukiman, dan lingkungan
pendidikan.
Agar
penyelenggaraan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dapat menjadi pedoman
di lingkungan pendidikan, bahan ajaran dibuat dalam tahapan, yaitu tahap awal
PPBN diberikan pada sekolah Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Umum
(SMU) dan tahap lanjutan PPBN diberikan kepada mahasiswa. Tahap lanjutan ini
bertitik berat pada pemahaman bela negara secara filosofi. Tahapan ini disebut
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara Tahap Lanjutan.
Penegasan secara hukum Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) ini adalah Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang ini, antara lain pada pasal 39, mengatur kurikulum pendidikan, termasuk kurikulum pendidikan kewarganegaraan. Pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan adalah:
Hubungan
antara negara dan warga negara, hubungan antarwarga negara, dan Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara.
Pendidikan
kewiraan bagi mahasiswa di perguruan tinggi.
Pendidikan
kewarganegaraan ini merupakan mata kuliah wajib dalam membentuk kepribadian
warga negara.
Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga para alumni memiliki semangat juang dan kesadaran Bela Negara yang tinggi sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga para alumni memiliki semangat juang dan kesadaran Bela Negara yang tinggi sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9.
Hak Asasi Manusia
Hak
Asasi Manusia atau HAM adalah hak-hak yang sudah dipunyai oleh seseorang sejak
ia masih dalam kandungan. Hak asasi manusia dapat berlaku secara universal.
Dasar-dasar HAM yang tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat atau
Declaration of Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD 1945 Republik
Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat
2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1.
Dalam teori perjanjian bernegara, terdapat Pactum Unionis serta Pactum Subjectionis. Pactum unionis merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara, sedangkan pactum subjectionis merupakan suatu perjanjian antara individu serta negara yang dibentuk. Thomas Hobbes mengakui Pactum Subjectionis dan tidak mengakui Pactum Unionis. John Lock mengakui keduanya yaitu Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis, sedangkan JJ Roessaeu hanya mengakui Pactum Unionis.
Ketiga paham ini berpendapat demikian. Namun pada dasarnya teori perjanjian tersebut mengamanahkan adanya suatu perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang wajib dijamin oleh penguasa dan bentuk jaminan tersebut haruslah tertuang dalam konstitusi.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, HAM merupakan hak fundamental yang tidak dapat dicabut karena ia adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang merupakan seperangkat hak yang dikembangkan PBB sejak awal berakhirnya perang dunia II. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak dapat berkelit untuk tidak melindungi hak asasi manusia yang bukan warga negaranya.
Dalam teori perjanjian bernegara, terdapat Pactum Unionis serta Pactum Subjectionis. Pactum unionis merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara, sedangkan pactum subjectionis merupakan suatu perjanjian antara individu serta negara yang dibentuk. Thomas Hobbes mengakui Pactum Subjectionis dan tidak mengakui Pactum Unionis. John Lock mengakui keduanya yaitu Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis, sedangkan JJ Roessaeu hanya mengakui Pactum Unionis.
Ketiga paham ini berpendapat demikian. Namun pada dasarnya teori perjanjian tersebut mengamanahkan adanya suatu perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang wajib dijamin oleh penguasa dan bentuk jaminan tersebut haruslah tertuang dalam konstitusi.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, HAM merupakan hak fundamental yang tidak dapat dicabut karena ia adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang merupakan seperangkat hak yang dikembangkan PBB sejak awal berakhirnya perang dunia II. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak dapat berkelit untuk tidak melindungi hak asasi manusia yang bukan warga negaranya.
Selama
masih menyangkut persoalan HAM pada masing-masing negara, tanpa kecuali, pada
tataran tertentu mempunyai tanggung jawab, khususnya terkait pemenuhan hak
asasi manusia pribadi-pribadi yang terdapat pada jurisdiksinya, termasuk orang
asing. Oleh karena itu, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk
menyamakan antara hak asasi manusia dengan hak-hak lainnya yang dimiliki oleh
warga negara. Hak asasi manusia sudah dimiliki oleh siapa saja.
Alasan di atas pula yang dapat menyebabkan hak asasi manusia merupakan bagian integral dari tiap kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karena itu bukan sesuatu yang kontroversial lagi apabila suatu komunitas internasional mempunyai kepedulian yang serius dan bersifat nyata terhadap berbagai isu tentang hak asasi manusida tingkat domestik.
Peran komunitas internasional sangat pokok sebagai perlindungan HAM karena sifat serta watak HAM itu sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan dan perlindungan setiap individu terhadap kekuasaan negara yang rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana yang sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.
Alasan di atas pula yang dapat menyebabkan hak asasi manusia merupakan bagian integral dari tiap kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karena itu bukan sesuatu yang kontroversial lagi apabila suatu komunitas internasional mempunyai kepedulian yang serius dan bersifat nyata terhadap berbagai isu tentang hak asasi manusida tingkat domestik.
Peran komunitas internasional sangat pokok sebagai perlindungan HAM karena sifat serta watak HAM itu sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan dan perlindungan setiap individu terhadap kekuasaan negara yang rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana yang sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar